Menunggu Waktu


Menunggu Waktu

Tertanggal      : 11/10/2011
Kutipan Buku : TAPAK JALAK BUWANA
Karya               : Sanghyang Dharmasaksi


Seperti halnya ke empat penjuru mata angin, bagaikan pula ke empat sayap yang melekat pada dinding di punggung, jasad pada tubuhnya pun adalah pusat dari mata angin itu sendiri yang memiliki
pandangan luas seperti halnya mata menyelimuti dari ujung jari kaki hingga ujung
kepalanya guna melihat peristiwa demi peristiwa bumi ini terjadi.
Ialah disebut sebagai Malaikat atau Dewa Israfil berada, dan disebut pula sebagai Putra Bhatara Indra yaitu dengan simbul seperti halnya Ganesha atau Putra Siwa berada, guna untuk menapakkan takdir sebagai Tapak Jalak Buwana akan Titah-Nya tersabda, yang sudahlah melaksanakan
pula pengembalian seluruh Kitab Suci-Nya tersebut itu melalui Terompet
Sang Sakakala Bergema di Dunia sebanyak tiga kali atas Perintah-Nya tersabda.

Menunggu Waktu, itulah judul pada sampul buku karya tertulis oleh Sanghyang Dharmasaksi yang dirilis pada episode selanjutnya, yang dikutip kembali pada penulisaan kali ini guna memperjelas atas maksud dan tujuannya sebagaimana yang harus diketahui oleh banyak orang di dunia dan atau pun di Nusantara ini berada.

Dalam kutipan yang tertulis kali ini, adalah memperjelaskan kembali tentang adanya peristiwa demi peristiwa yang pernah terjadi dikala sebelum adanya penutupan zaman pada Kala Bendu itu terlaksanakannya, dan menerangkan pula kembali tentang adanya peristiwa demi peristiwa yang terus menerpa bumi hingga saat ini yang masihlah tampak dinyatakan-Nya, sehingga Ibu Pretiwi/Bumi ini belumlah dikatakan pulih dari atas kestabilannya itu melalui pertandanya.
Dan serta mengupas tuntas atas maksud dan tujuan pada isi dari makna suratan Kitab Suci para umat manusia itu berada, serta memperjelas kembali tentang makna yang terkandung pada isi dari penulisan Sastra Kitab Pararaton itu atas pertandanya guna dipahami oleh orang banyak di seluruh Nusantara ini pada khususnya.

Itulah maksud pada penulisan kali ini oleh Sanghyang Dharmasaksi sebagaimana pula disebutkan sebagai wujud dari Sabda Palon itu tertanda yang sudahlah menanggung malu atas penjabarannya itu dimaksud sebagai amanah-Nya tersebut yang terabaikannya, yang dikarnakannya lebih banyaklah manusia pada saat ini sudahlah melebihi kepandaian Para Hyang Dewata itu berada.
(Sabda adalah Ungkapan/Ucapan tertulis dan atau penyiaran melalui perkataan, Palon adalah Pengikat/Pengunci Pintu atau Kandang, seperti pula disebut Budak Angon / Cah Angon ataupun kisah sastra Damar Wulan ituyang mengisahkan sebagai pengembala, lihatlah papar warna Wungu yang sudah ditakdirkan-Nya saat ini berada menandai pula pada dunianya).
  
Tulisan pada karya sastra tertulis tentang Amanah di Akhir Zaman yang diturunkan melalui Sabda-Nya (oleh Sang Maha Pencipta Alam Semesta) itu tertanda sebanyak 3 x terlampir pada blog website yang disebar luaskan melalui jaringan internet pada zaman modern ini ke seluruh dunia oleh Sanghyang Dharmasaksi, adalah sebagai bagian peringatan tanda adanya Peluit Terompet Sang Sakakala itu tertanda, dimana tertulis pula sisi dari sejarah dunia ini atas cikal bakalnya berada sebagaimana terkutip atas sastra kuna itu tertanda pula adanya, dan begitu pula menandakan berakhirnya zaman kala bendu tersebut itu atas dari kutukannya dimaksud terjadi selama 1033 tahun lamanya guna dilaksanakan oleh banyak orang yang haruslah untuk ditutupnya pula pada akhirannya.
(Apalah daya, manusia saat ini telah banyak yang memungkirinya, seperti pula mereka itu telah memungkiri Kitab-Kitab Suci-Nya dan juga para utusannya tersabda, maka disebutlah Adharma Rayana, serta banyaklah orang yang takut dari atas kesalahannya untuk tidaklah merestui Utusan-Nya yang sudah ditakdirkan dan tertulis di seluruh Kitab Suci itu berada).

( Maka ditutuplah zaman Kala Bendu itu kini pada akhir zamannya yaitu tertanggal 10-10-2011 dari awal sakakalanya 9-11-911 tahun saka kabisat/masehi = 1033 tahun,  yang telah menutup pula seluruh Kitab Suci para umat manusia itu tertanda atas garisnya yang tersabda melalui penjabarannya atas adanya bencana demi bencana itu pertanda pada akhir zamannya berada, dan pula yang terlampir keterangan pada suratan Sastra Suci-Nya itu sebagai pertandanya.  Maka, keseluruhannya itu sudahlah menjadi takdir atas Kehendak-Nya, yang tidaklah bermakna lagi keseluruhan Kitab Suci maupun Sastra Kitab Pararaton itu dimaksud yang menjabarkannya tentang adanya bencana demi bencana pada akhir zaman sebagai menjadikannya pula pertandanya ada ).

Penjelasan secara logika :

Perumpamaan bagai kita telah membuat surat undangan dan sudahlah dilalui pada hari peristiwa besarnya itu terjadi,  maka tidaklah mungkin akan terus kita mengundang para tamunya untuk bertandang dan seterusnya mengulangi guna terjadi  dan terus terjadi. Itulah Karma Hukum Sebab dan Akibatnya.

Maka, kajilah lebih dalam atas suratan-Nya itu tertanda ada pada isi didalam Kitab Suci-Nya itu tersabda... Jika terus diakuinya bahwa belumlah bencana itu pernah terjadi dari atas peristiwa demi peristiwanya dimaksud  terlampir pada Kitab Suci-Nya tertanda, maka kerugian itu akan didapati oleh banyak orang dari atas bencana yang terus akan kembali terjadi dan berulang-ulang, sehingga peradaban ini tak akan lagi  berbekas dan disebut pula hilang kota dan negaranya itu tertanda, yang adalah dikala manusia itu sendiri tidaklah menyadarinya dan tidaklah mengakuinya akan kebenarannya itu tersurat dan tersirat pada Kitab Suci-Nya tersabda.

Inilah kutipan surat dan ayat dari sebuah Al-Kitab - Al-qur’an dan Kitab Pararaton Sabda yang tertulis :
               
                Al-Kitab mengatakannya :
                Orang-orang akan cinta uang, tidak taat kepada orang tua, garang, dan cinta kesenangan.
Akan ada gempa bumi yang dahsyat, kekurangan makanan, dan wabah penyakit. Hal-hal ini sedang terjadi sekarang.
Juga, Yesus mengatakan bahwa kabar baik Kerajaan akan diberitakan diseluruh bumi.
                - Matius 24:14.
               
                Berbagai kesusahan di bumi membuktikan bahwa Kerajaan Allah akan segera bertindak.
                - Lukas 21:10,  11 ; 2  Timotius 3:1-5

                Al-qur’an mengatakannya :
                Surat: Az-Zalzalah  Ayat ke 1 - 8  
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا   
                99.1.  Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat),
وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا   
                99.2.  dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya,
وَقَالَ الْإِنسَانُ مَا لَهَا   
                99.3.  dan manusia bertanya: "Mengapa bumi (menjadi begini)?",
يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا   
                99.4.  pada hari itu bumi menceritakan beritanya,
بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا   
                99.5.  karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu)    kepadanya.
يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتاً لِّيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ   
                99.6.  Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya                                 diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka,
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ   
                99.7.  Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat                                 (balasan)nya.
وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ   
                99.8.  Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan                                      melihat (balasan)nya pula.

                Sabda / Sastra mengatakannya :
               
                Sastra Serat Ronggowarsito :
                Bandhol tulus, mendhosol rinamu puguh, krep grahana surya, kalawan grahana sasi, jawah       lindhu gelap cleret warsa.

                Alampun ikut terpengaruh dengan banyak terjadi gerhana matahari dan bulan, hujan abu dan   gempa bumi.

                Serat Sastra  :
                Bumi ilang berkatira, Ama kathah kang ndhatengi, Kayu kathah ingkang ilang, Cinolong          dening             sujanmi, Pan risaknya nglangkungi, Karana rebut rinebut, Risak tataning janma,
            Yen dalu grimis keh maling, Yen rina-wa kathah tetiyang ambegal.

                Bumi sudah berkurang hasilnya. Banyak hama yang menyerang. Kayupun banyak yang hilang     dicuri. Timbullah kerusakan hebat sebab orang berebutan. Benar-benar rusak moral manusia.     Bila hujan gerimis banyak maling tapi siang hari banyak begal.

            Alun minggah ing daratan, Karya rusak tepis wiring, Kang dumunung kering kanan, Kajeng   akeh ingkang keli, Kang tumuwuh apinggir, Samya kentir trusing laut, Seia geng sami        brasta, Kabalebeg katut keli, Gumalundhung gumludhug suwaranira.

                Seperti lautan meluap airnya naik ke daratan. Merusakkan kanan kiri. Kayu-kayu banyak yang    hanyut. Yang hidup di pinggir sungai terbawa sampai ke laut. Batu-batu besarpun terhanyut               dengan gemuruh suaranya.

                Serat Sastra Joyoboyo :
            141.
            banjir bandang ana ngendi-endi gunung njeblug tan anjarwani, tan angimpeni gehtinge kepathi-  pati marang pandhita kang oleh pati geni marga wedi kapiyak wadine sapa sira sing sayekti
                banjir bandang dimana-mana, gunung meletus tidak dinyana-nyana, tidak ada isyarat dahulu,
                sangat benci terhadap pendeta yang bertapa, tanpa makan dan tidur karena takut bakal               terbongkar rahasianya siapa anda sebenarnya
            142.
            pancen wolak-waliking jaman amenangi jaman edan ora edan ora kumanan sing waras padha    nggagas wong tani padha ditaleni wong dora padha ura-ura beja-bejane sing lali, isih beja              kang eling lan waspadha
                sungguh zaman gonjang-ganjing menyaksikan zaman gila tidak ikut gila tidak dapat bagian yang                 sehat pada olah pikir para petani dibelenggu para pembohong bersuka ria beruntunglah bagi             yang lupa, masih beruntung yang ingat dan waspada
            143.
            ratu ora netepi janji musna kuwasa lan prabawane akeh omah ndhuwur kuda wong padha          mangan wong kayu gligan lan wesi hiya padha doyan dirasa enak kaya roti bolu yen wengi padha ora bisa turu
                raja tidak menepati janji kehilangan kekuasaan dan kewibawaannya banyak rumah di atas kuda                orang makan sesamanya kayu gelondongan dan besi juga dimakan katanya enak serasa kue bolu          malam hari semua tak bisa tidur
            144.
            sing edan padha bisa dandan sing ambangkang padha bisa nggalang omah gedong magrong-         magrong
                yang gila dapat berdandan yang membangkang semua dapat membangun rumah, gedung-         gedung megah
            145.
            wong dagang barang sangsaya laris, bandhane ludes akeh wong mati kaliren gisining panganan    akeh wong nyekel bendha ning uriping sengsara
                orang berdagang barang makin laris tapi hartanya makin habis banyak orang mati kelaparan di    samping makanan banyak orang berharta namun hidupnya sengsara
            146.
            wong waras lan adil uripe ngenes lan kepencil sing ora abisa maling digethingi sing pinter           duraka dadi kanca wong bener sangsaya thenger-thenger wong salah sangsaya bungah akeh           bandha musna tan karuan larine akeh pangkat lan drajat padha minggat tan karuan sebabe
                orang waras dan adil hidupnya memprihatinkan dan terkucil yang tidak dapat mencuri dibenci    yang pintar curang jadi teman orang jujur semakin tak berkutik orang salah makin pongah banyak harta musnah tak jelas larinya banyak pangkat dan kedudukan lepas tanpa sebab
            147.
            bumi sangsaya suwe sangsaya mengkeret sakilan bumi dipajeki wong wadon nganggo     panganggo lanang iku pertandhane yen bakal nemoni wolak-walike zaman
                bumi semakin lama semakin sempit sejengkal tanah kena pajak wanita memakai pakaian laki-    laki itu pertanda bakal terjadinya zaman gonjang-ganjing
            148.
            akeh wong janji ora ditepati akeh wong nglanggar sumpahe dhewe manungsa padha seneng        ngalap,tan anindakake hukuming Allah barang jahat diangkat-angkat barang suci dibenci
                banyak orang berjanji diingkari banyak orang melanggar sumpahnya sendiri manusia senang      menipu tidak melaksanakan hukum Allah barang jahat dipuja-puja barang suci dibenci
            149.
            akeh wong ngutamakake royal lali kamanungsane, lali kebecikane lali sanak lali kadang akeh     bapa lali anak akeh anak mundhung biyung sedulur padha cidra keluarga padha curiga kanca           dadi mungsuhmanungsa lali asale
                banyak orang hamburkan uang lupa kemanusiaan, lupa kebaikan lupa sanak saudara banyak      ayah lupa anaknya banyak anak mengusir ibunya antar saudara saling berbohong antar keluarga     saling mencurigai kawan menjadi musuh manusia lupa akan asal-usulnya
Demikianlah terkutip dari beragam suratan takdir yang harus di ketahui oleh banyak orang di dunia maupun di Nusantara guna dipahaminya.

Kembali ke wacana :

Tugas yang diemban oleh Sanghyang Dharmasaksi atas Perintah-Nya guna mengembalikan seluruh Kitab Suci-Nya tersabda melalui tulisan sebagai pula Terompet Sang Sakakala, sudahlah dilakukan melalui peringatan-Nya dari atas tulisan tersebut pada blog website dimaksud tertanda hingga ditampak-kannya bencana yang sesungguhnya itu terjadi keseluruh dunia dan terutama di Nusantara.

Kini tinggal Menunggu Waktu atas titah yang diberikan selanjutnya sebagaimana yang tergaris pada Kitab Suci dan Sastra itu memperjelas, guna menjadikannya satu dalam tujuan untuk memuja Sang Maha Pencipta Alam Semesta yang disesuaikannya atas negara kedaulatannya itu pula berada, dan serta mewujudkan kembali gemah ripah di Nusantara ini tertanda atas perintah-Nya pula tersabda.

Jika tidak merestui dan memungkirinya, maka bacalah atas peristiwa demi peristiwa yang akan terjadi kelak nanti, dimana sudah tertulis yang terjabarkan secara logika umum dan secara spiritual atas penjabarannya pada Buku yang berjudul TAPAK JALAK BUWANA Menunggu Waktu.

(bukanlah pula sebagai penekanan, karna ini adalah hukum Karma Pala / Hukum Sebab dan Akibatnya, Engkau yang menanam-engkau pulalah yang memetiknya)

Tanpa mengurangi rasa hormat yang utama kepada Sang Maha Pencipta Alam Semesta dan juga para leluhur diseluruh jagat bumi ini berada, yaitu guna memohon ampunan-Nya dan atas restu-Nya pula yang telah memberikannya izin guna mengupas tuntas kembali atas kajian yang terkandung didalam makna seluruh Kitab Suci itu tertanda, yang mana penjabaran demi penjabaran tersebut telah dirangkum kembali didalam penulisan kali ini yaitu tentang Amanah dan Situasinya itu dimaksud yang terkutip dari Kitab Suci Pararaton Buwana Galuh Utama, Kitab Suci Dharma Siksa, Kitab Suci Aci-acining Jagat, Kitab Suci Papar Hyang ing swarga, Kitab Suci Dharmawisesa, dan Kitab-Kitab Suci lainnya yang terkutip dan di ajarkan pula pada agama saat ini yang dilaksanakan oleh para umat manusia didunia dalam bahasanya.

(Berani dan bertanggung jawab atas lahir dan batin, dunia dan maupun akhirat adalah ungkapan  selaku penulis sebagai pembawa amanah-Nya dimaksud, yang adalah kami Sanghyang Dharmasaksi selaku Sang Ahli Waris atas izin-Nya pula menuliskan serta mengutip Kitab-KitabNya sebagai bahan pengajaran dan pembenaran tentang atas Alam Hidup Manusia itu dan serta Alam Kehidupan lainnya pula tertanda).

Ada awal pastilah ada akhirannya, begitulah sang bijak memaknai kehidupan yang harus di ikuti hingga tugas itu terselesaikan guna dilaksanakannya, yang sehingga Sanghyang Dharmasaksi hanya berharap kepada Sang Maha Pencipta Alam Semesta untuk menjadikannya tubuh ini Paramalenyep dan tidaklah pula kembali akan penitisannya itu berada kedunia fana ini sebagaimana pula menjadi penanggung jawab guna untuk meluruskan para umat manusia yang memerlukan pembenaran tentang alam semesta atas penataannya berada, dan berharaf pada akhirnya ikut memasuki kedalam ruang dimensi Para Hyang guna menerangi para umat manusia itu berada (bagian dari sinar-Nya), yang tidaklah mengenali waktu siang maupun malam, kelaparan yang dialami, kesenjangan social dan beragam macam yang di dapati, kesemuan dan juga kesengsaraan itu pula tertandanya.  
Semuanya itu akan didapatkannya dalam kebahagiaan tanpa harus meminta, memohon dan seterusnya, itulah janji Sang Maha Pencipta Alam Semesta bersabda.

( Ya Tuhanku.... Janganlah Engkau masukkan hambamu ini ke Surga-Mu, jadikanlah hambamu ini Para Ahli Surga-Mu itu berada, seperti pula Para Dewata-Mu yang menyatukan diri terhadap Sinar-Mu itu )

Melangkah

Inilah bagian sabda atas cikal bakalnya :

Hana nguni hana mangke tan hana nguni tan hana mangke aya ma beuheula aya tu ayeuna hanteu ma beuheula hanteu tu ayeuna hana tunggak hana watang tan hana tunggak tan hana watang hana ma tunggulna aya tu catangna

Ada dahulu ada sekarang bila tidak ada dahulu tidak akan ada sekarang karena ada masa silam maka ada masa kini bila tidak ada masa silam tidak akan ada masa kini ada tonggak tentu ada batang bila tidak ada tonggak tidak akan ada batang bila ada tunggulnya tentu ada catangnya

Itulah Sabda yang menjadi titik dasar sebagai pedoman langkah pertama yang harus dilakukan oleh Sanghyang Dharmasaksi sebelum diperintahkannya menulis untuk kali pertamannya terdahulu, yaitu sebagaimana pula tanda dasar bahwa Amanah dan serta Sabda-Nya itu yang terukir untuk dijabarkannya.

Menjabarkan pula kembali tentang harta waris yang terselimuti yang menjadikannya sebagai tanda tanya oleh masyarakat pada umumnya yaitu adalah berupa tulisan pada situs Prasasti Batu Tulis di Bogor, yang sebenarnya itu adalah cikal bakal dari peradaban manusia guna memasuki awalnya kembali setelah manusia kala itu dihempaskan atas kemurkaan Sang Dewata terjadi, dan pula menjadikannya manusia tersebut itu menjadi terkotak kotak serta disebut pula beragam macam Negara saat ini kita kenal sebagaimana pengisi kehidupan dunia ini tertanda ada.

Begitu pula terjadinya kembali pada hentakan gn. Krakatau di abad ke 18 hingga dunia mengakuinya atas kekuatannya tersebut itu berada, yang kemudian kala itu terdisainlah kembali peradaban baru serta ajaran baru pula guna untuk mencari jati dirinya yang hilang terkena himbas akan bencana dimaksud berada hingga kini tertanda nyata ada. Maka berdustalah mereka itu jika tidak mengakui sastranya itu berada.

Sabdanya pun tertulis sebagaimana Sabda Sastra Kitab Suci Pararaton Buwana Galuh Utama yang adalah sebagai pula disebut Sakakala / Peringatan waktu tertulis pada Batu Tulis di Bogor, yaitu tersabda dibawah ini atas dasar cikal bakalnya berada ;

Sabdaning ing Batu Tulis :

(wang na) poen. Ini sakakala preboe ratoe poerana poen. Di wastoe Dija wigaran (I.dingaran) preboe goeroe dewatasrana . Diwastoe dija dingaran sri Badoega maharadja ratoe hadji dipakwan padjadj aran. Sri sang ratoe de- Wata poen ja noe njoesoek na pakwan. Dija anak rahijang dewa nis-Kala sasida mokta di goena tiga. i(n)tjoe rahijang niskala wastoeKa(n)tjana sasida mokta ka noesa lara(ng) ja sija noe njijan sakata  Ka goegoenoengan ngahalaj njijan samida njijan sa(ng) hijang talaga Rena mahawidjaja. fa sija poen. I saka pantja pandawa ... han hoemi.

Yang adalah memperingati sebagaimana tahun peringatan tersebut terlaksanan pada tahun 500 saka atau tahun 567 masehi, yang menjabarkan pula tentang adanya peradaban baru di arah barat Nusantara hingga ke Negeri Yunani dan seterusnya, yang menjadikannya kembali Negeri Turki itu berada dan membentuk kerajaan barunya tertanda dan seterusnya pula ada. (negara baru)

Begitu pula sebagaimana simbul dalam pembalikan fakta dari awal cikal bakal tahunnya itu berada, yang  seperti pula kisah sastra dalam seloka Tangkuban Parahu itu tertanda atas Selokanya. “ Loba Jalma nyieun ka hideung ngabuburak anu bodas ” (yang hitam dipuja-puja, yang putih dihancurkan – yang sesat dibangga banggakan, yang suci dan benar itu di tiadakan) 

Begitupun peringatan yang tertanda, yang adalah disebutkan pula sebagaimana awal peringatan oleh Hyang Ratu Bhatari sebagai titik Sakakala-Nya selama 1033 lamanya yang haruslah dijalani atas kutukan tesebut kepada para manusia kedepannya, disebutkan pula sebagai Prasasti Batu Geger Hanjuang itu tertanda, dan dikutip pula dalam Kitab Suci Alqur’an sebagai pula batu perwujudan iblis sebagaimana tandanya guna untuk di zumrah, inilah pesannya : (tidaklah simbul batu itu dapat tergantikan dengan apapun guna di zumrah, nistalah mereka itu yang menyasar bukan yang disasar)

 Tra ba i gunna apuy nasta gomati sakakala rumatak disusu (k) ku batari hyang pun.
 
Penjabaran :
“Menerangkan bahwa pada hari ke-13 bulan ke empat (Purnama) selama 1033 tahun telah ditandakan dan diturunkannya Bhatara Kala (Langkir = 13) oleh Bhatari Hyang”. (sebagai peringatannya dimaksud = sakakala)

Yang adalah mengingatkan kita kembali tentang penanggalan tanggal ke 14 pada setiap bulan purnamanya, dimana Bhatara Bhatari tersebut Nyanding ka Jalma nu eling ka Gusti Sang Hyang Maha Widdhi (Tuhan YME), sebagaimana pula yang mendapinginya atas kesejahteraan manusia itu berada.

Ket :
Bhatara – Bhatari adalah wujud tanpa wujud (Para Hyang Dewata) yang memiliki tingkatan tinggi  yang menyatu dengan Sang Maha Widdhi (Tuhan YME) , yang tidaklah tingkatan itu disamakan oleh manusia setelah tiada/mati.
Yang dikarnakan Beliaulah yang mengatur penataan atas terjadinya Bumi ini tertata dari dan atas segala isinya, sebagaimana pula Beliau Sang Dewata yang merestui pula kebenaran itu terjadi dalam wujud nyatanya, yaitu dengan simbul sebagai  air – api – tanah – udara – cahaya, yang dapat pula menghidupkan atas segala yang bernyawa dimuka bumi ini dan serta tak terlihat sekalipun oleh kasat mata, dan dengan restunya pun di perkuat oleh Sang Maha Widdhi, sempurnalah seluruhnya ada.

Penjabaran pada Zaman Baru tersabda

Kini, setelah zaman baru telah memasukinya, maka Sanghyang Dharmasaksi akan memaparkan kembali tentang apa yang harus diberitakan kepada banyak orang di dunia dan pada khususnya di Nusantara ini berada, karna Sanghyang Dharmasaksi sudahlah menanggung malu terhadap Sang Maha Pencipta Alam Semesta yang sudahlah menurunkan Titah atas Sabda-Nya itu dimaksud berada, yang manusia itupun telah pula mengabaikannya atas Amanah-Nya dimaksud itu tertanda ada. Amatilah bencana demi bencana saat ini berada dan bacalah kitab sucimu berada atas kebenarannya sebagai pertanda itu sedanglah terjadi saat ini.

Dengarkanlah....
Pemaparan yang Sanghyang Dharmasaksi tuliskan saat ini adalah sebagai pula disebut Sabda Palon yang sudahlah menanggung malu Kepada Sang Maha Pencipta Alam Semesta, yang pulalah tulisan ini sudah mengandung kutukan kepada manusia di Nusantara ini kembali berada, yaitu dikala mengabaikan atas peringatan-Nya melalui sabda-Nya itu tergaris, yang akan menjadikannya pula kembali karma atas bencana demi bencana itu terus akan terjadi, jika pertanda-Nya tersebut masihlah diabaikan oleh banyak orang di dunia dan di Nusantara ini berada.

Dengarkanlah hanya tinggal selangkah lagi atas sastranya itu bekerja....

Jika gunung Gede yang disebut pula anak dari gn.Krakatau itu membelah bumi yang sangatlah dahyat dan lebih dahsyat dari abad ke 18 itu terjadi yang pernah pula diberitakan pada media televisi baru-baru ini, maka kemudian itu akan disusul kembali oleh ke tujuh gunung lainnya guna serentak meletus sebagai pertanda-Nya hukum sebab dan akibatnya itu berada dan terus akan berulang hingga manusia menyadarinya. (Darengekeun! Jaman bakal ganti deui. tapi engkeé, lamun Gunung Gedeé anggeus bitu, disusul ku tujuh gunung. Geunjlong deui sajajagat).
 
Jika manusia tidaklah cepat sadar akan peringatan-Nya itu tertanda dan tidaklah pula mematuhinya apa yang sudah tergaris pada Kitab Suci serta Serat Sastra itu tersurat, maka akanlah terjadi peristiwa yang sepatutnya belumlah itu akan terjadi, yang akan ditampakkan secepatnya mungkin guna dilenyapkannya ke 80% manusia itu berada dan dipasangkannya pula mereka itu yang selamat, yang akan terjadinya atas peringatan itu yang berasal dari gunung Perahu atau gn, Salak Bogor sebagai pula penghukum yang akan mengadili pada penutupan akhir zaman pada peradabannya.

Sehingga yang disebut pula sebagai Bhatara Enoh atau disebut pula sebagai Nabi Nuh didalam Kitab Suci-Nya akanlah memberangkatkan perahunya tersebut secepatnya, yang sebelumnya itu akan membuat terlebih dahulu yang disebut pula Telaga Candra di Muka / Telaga Rena Maha Wijaya yang berlokasi disebelah Utara dari gn, Salak itu sendiri berada, diawali pula bagaikan menapih karpet sejadah dari atas gunung itu menuju ke bibir pantai utara yang kelak akan terjadi pada buminya tersebut, dan begitu pula tidaklah henti – hentinya hujan itu akan membasahi buminya. Begitulah awal dari air pasang itu akan terjadi hingga tingginya pun mencapai 999 kaki. (selesai)

Perlu diketahui oleh orang banyak, diseluruh Nusantara pun akan terjadi sama halnya seperti Telaga Candra di Muka atas kejadiannya itu, dan pengadilan itupun akan terlaksana “ jika ” manusianya tidaklah mengindahkan Sabda atas Kitab Suci dan Sastra-Nya itu berada.
Dan banyaklah pula negara luarpun ikut hilang tanpa bekas dan menjerit tak berkesudahan akan pengadilannya itu yang didapatkannya pula.
Yang sehingga rekahan pada gunung besar dan tertinggi didunia itupun akan ikut pula menghentakan getarannya dan meluluh lantahkan peradaban manusianya berada, yaitu seperti pula yang berdasarkan tanah akan menjadi pasir, yang berdasarkan pasir akan menjadi hilang, yang berdasar air beku akan mengenang, demikianlah seterusnya akan terjadi. Maka rugilah manusianya itu.

Dengarkanlah kembali....
Sanghyang Dharmasaksi bukanlah Tuhan dan tidak ingin mendahului Sang Maha Pencipta Alam Semesta guna memaparkan kejadian yang belumlah terjadi, akan tetapi Amanah yang diberikan kepada Sanghyang Dharmasaksi adalah sebagaimana pula pembimbing atas Kebenaran-Nya itu kepada seluruh para umat manusia berada, yang tidaklah dapat dihelakkan atas karma itu sudah tergaris dan tidaklah dapat pula dipungkirinya. (tertulis dalam Kitab dan Sastra Suci-Nya tersabda)

Jika ingin mengetahui atas pembenaran air pasang itu memang akan terjadi dan Perahu Nuh itu nyata akan adanya yang berpusat di Parahyangan Agung gn.Salak Bogor sebagai   Karaton Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati itu dimaksud, seyogyanya bertanyalah kepada yang memahami spiritual yang sejati itu, atau bermeditasilah di tempat tersebut sesuai ajaranmu guna memohon atas petunjuk-Nya dari atas pertandanya itu berada, maka akanlah terlihat dengan jelas melalui mata bathin bahwa banjir bandang besar itu tertampak pula berada yang mengelilingi gunung itu tertanda.

Mungkinkah daratan/dataran Jabodetabek itu tidak tergenang...???,  jawabannya pastilah hanya menangis.

Maka pahamilah kembali keseluruhannya itu sebagai pertanda akan peristiwa-Nya itu ada, yang memang dapat pula di urungkannya sebelum masanya itu dan tidaklah harus terjadi... (dapat di undur kembali atas peristiwanya)
Yaitu jika kepada banyak orang dapat mengambil keputusan yang relegius atas dasar Kitab dan Sastra-Nya itu tersabda guna memberikannya keputusan yang positif, maka Sang Maha Pencipta Alam Semesta itupun akan merestui keinginan manusianya itu sendiri yang sudahlah tergariskan-Nya itu.

Dengarkanlah lagi....
Ambilah keputusan yang bijak untuk banyak orang di seluruh dunia, yang mereka itu tidaklah tahu keseluruhannya atas Sastra yang tergaris itu berada dari atas hukum sebab dan akibatnya tertanda.
Jika salah mengambil keputusan karna ke egoan semata dan terperosok jauh mengikuti iblis berkata yang membenarkan tidak akan terjadinya mala petaka itu yang dituliskan ini, sesungguhnya kembali, kalian itu akanlah rugi dan akan menerima siksaan yang sangatlah dalam dan serta akan menitis ke bumi sebelum bumi ini tertata kembali, entah itu menjadi apa sebagai hukumannya itu tertanda dalam wujudnya kelak nyata hingga penghukumannya itu selesai dikala bumi ini lebur dengan sendirinya. (maka hukum rimbalah kelak tertata lagi, Eling dan Waspadalah)

Demikianlah ungkapan dari Sanghyang Dharmasaksi yang terakhir kalinya menulis pada blog website ini guna sebagai peringatan kepada umat manusia diseluruh dunia maupun pada khususnya di Nusantara ini berada. Bukanlah ingin menakuti banyak orang di dunia, karna sangatlah berdosa jika berbuat demikian itu dan sagatlah hina nestapa.

Dikarnakan tulisan ini adalah perintah langsung dari-Nya guna dipahami banyak orang untuk diketahui, maka sepatutnya lah yang mengerti akan tulisan ini guna untuk memberitakannya kepada yang memahami tentang alam semesta ini yang akan terjadi nanti, yang tergaris pula melalui penjabaran pada Sastra dan atau Kitab Suci-Nya itu berada guna mengikuti alur arus yang seharusnya terjadi dikemudian hari. Dan tidaklah membalikan fakta atas syair sabda seluruh Kitab Suci-Nya berkata.

Salam dariku Sanghyang Dharmasaksi,  menunggu keputusan yang haruslah bijaksana yang tergaris atas sabdanya itu terjadi.... Rampes.

Dikirim pada hari Anggara Pahing (Purnama Kapat) Batara Durga (Bala)
Di Lebak Cawene Semarang Tembayat Berseri.
Ttd,


Sanghyang Dharmasaksi

Ket :
Sesungguhnya, janganlah lagi ada penghinaan atas tulisan yang ter’Amanahkan-Nya ini, dan janganlah pula dijadikannya maksud dan tujuan yang tidak baik sebagai dasar sebuah politik yang kelak akan merugikan diri sendiri, camkan itu... Karna tulisan ini sudahlah mengandung sumpah atas izin-Nya tersabda.

Sesungguhnya kembali, maka kerugian itu akan didapati pula oleh mereka, jika mereka itu hanya duduk berdiam diri walau mereka itu mengerti apa yang sudah tergariskannya,  mereka itu adalah orang-orang yang ahli di neraka yang di murkainya pula oleh Tuhan-Nya.

Maka ketahuilah, banyaklah kelompok yang tidaklah menginginkan yang tersabda itu tampil guna untuk mendampingi, mereka itu adalah kelompok yang sangat dimurkai Tuhan-Nya dan juga para Leluhurnya berada. Maka neraka lah mereka itu, yang kehidupannya pun tersiksa atas perbuatannya itu pula.
***OOO***