Menunggu Waktu
Tertanggal
: 11/10/2011
Kutipan Buku : TAPAK JALAK BUWANA
Karya : Sanghyang Dharmasaksi
Seperti halnya ke empat penjuru mata angin, bagaikan pula
ke empat sayap yang melekat pada dinding di punggung, jasad pada tubuhnya pun
adalah pusat dari mata angin itu sendiri yang memiliki
pandangan luas seperti halnya mata menyelimuti dari
ujung jari kaki hingga ujung
kepalanya guna melihat peristiwa demi peristiwa bumi
ini terjadi.
Ialah disebut sebagai Malaikat atau Dewa Israfil berada,
dan disebut pula sebagai Putra Bhatara Indra yaitu dengan simbul seperti halnya
Ganesha atau Putra Siwa berada, guna untuk menapakkan takdir sebagai Tapak
Jalak Buwana akan Titah-Nya tersabda, yang sudahlah melaksanakan
pula pengembalian seluruh Kitab Suci-Nya tersebut itu melalui
Terompet
Sang Sakakala Bergema di Dunia sebanyak tiga kali atas
Perintah-Nya tersabda.
Menunggu Waktu, itulah judul pada sampul buku karya
tertulis oleh Sanghyang Dharmasaksi yang dirilis pada episode selanjutnya, yang
dikutip kembali pada penulisaan kali ini guna memperjelas atas maksud dan
tujuannya sebagaimana yang harus diketahui oleh banyak orang di dunia dan atau
pun di Nusantara ini berada.
Dalam kutipan yang tertulis kali ini, adalah memperjelaskan
kembali tentang adanya peristiwa demi peristiwa yang pernah terjadi dikala sebelum
adanya penutupan zaman pada Kala Bendu itu terlaksanakannya, dan menerangkan
pula kembali tentang adanya peristiwa demi peristiwa yang terus menerpa bumi
hingga saat ini yang masihlah tampak dinyatakan-Nya, sehingga Ibu Pretiwi/Bumi
ini belumlah dikatakan pulih dari atas kestabilannya itu melalui pertandanya.
Dan serta mengupas tuntas atas maksud dan
tujuan pada isi dari makna suratan Kitab Suci para umat manusia itu berada, serta
memperjelas kembali tentang makna yang terkandung pada isi dari penulisan Sastra
Kitab Pararaton itu atas pertandanya guna dipahami oleh orang banyak di seluruh
Nusantara ini pada khususnya.
Itulah maksud pada penulisan kali ini oleh
Sanghyang Dharmasaksi sebagaimana pula disebutkan sebagai wujud dari Sabda
Palon itu tertanda yang sudahlah menanggung malu atas penjabarannya itu
dimaksud sebagai amanah-Nya tersebut yang terabaikannya, yang dikarnakannya
lebih banyaklah manusia pada saat ini sudahlah melebihi kepandaian Para Hyang
Dewata itu berada.
(Sabda adalah Ungkapan/Ucapan tertulis dan atau penyiaran melalui perkataan,
Palon adalah Pengikat/Pengunci Pintu
atau Kandang, seperti pula disebut Budak Angon / Cah Angon ataupun kisah sastra
Damar Wulan ituyang mengisahkan sebagai pengembala, lihatlah papar warna Wungu
yang sudah ditakdirkan-Nya saat ini berada menandai pula pada dunianya).
Tulisan pada karya sastra tertulis tentang
Amanah di Akhir Zaman yang diturunkan melalui Sabda-Nya (oleh Sang Maha Pencipta Alam Semesta) itu tertanda sebanyak 3 x
terlampir pada blog website yang disebar luaskan melalui jaringan internet pada
zaman modern ini ke seluruh dunia oleh Sanghyang Dharmasaksi, adalah sebagai bagian
peringatan tanda adanya Peluit Terompet Sang Sakakala itu tertanda, dimana
tertulis pula sisi dari sejarah dunia ini atas cikal bakalnya berada sebagaimana
terkutip atas sastra kuna itu tertanda pula adanya, dan begitu pula menandakan berakhirnya
zaman kala bendu tersebut itu atas dari kutukannya dimaksud terjadi selama 1033
tahun lamanya guna dilaksanakan oleh banyak orang yang haruslah untuk ditutupnya
pula pada akhirannya.
(Apalah daya, manusia
saat ini telah banyak yang memungkirinya, seperti pula mereka itu telah
memungkiri Kitab-Kitab Suci-Nya dan juga para utusannya tersabda, maka
disebutlah Adharma Rayana, serta
banyaklah orang yang takut dari atas kesalahannya untuk tidaklah merestui Utusan-Nya
yang sudah ditakdirkan dan tertulis di seluruh Kitab Suci itu berada).
( Maka ditutuplah zaman Kala Bendu itu kini pada akhir
zamannya yaitu tertanggal 10-10-2011 dari awal sakakalanya 9-11-911 tahun saka
kabisat/masehi = 1033 tahun, yang telah menutup
pula seluruh Kitab Suci para umat manusia itu tertanda atas garisnya yang
tersabda melalui penjabarannya atas adanya bencana demi bencana itu pertanda
pada akhir zamannya berada, dan pula yang terlampir keterangan pada suratan
Sastra Suci-Nya itu sebagai pertandanya. Maka, keseluruhannya itu sudahlah menjadi
takdir atas Kehendak-Nya, yang tidaklah bermakna lagi keseluruhan Kitab Suci
maupun Sastra Kitab Pararaton itu dimaksud yang menjabarkannya tentang adanya
bencana demi bencana pada akhir zaman sebagai menjadikannya pula pertandanya
ada ).
Penjelasan secara
logika :
Perumpamaan bagai kita
telah membuat surat undangan dan sudahlah dilalui pada hari peristiwa besarnya
itu terjadi, maka tidaklah mungkin akan
terus kita mengundang para tamunya untuk bertandang dan seterusnya mengulangi
guna terjadi dan terus terjadi. Itulah
Karma Hukum Sebab dan Akibatnya.
Maka, kajilah lebih
dalam atas suratan-Nya itu tertanda ada pada isi didalam Kitab Suci-Nya itu
tersabda... Jika terus diakuinya bahwa belumlah bencana itu pernah terjadi dari
atas peristiwa demi peristiwanya dimaksud terlampir pada Kitab Suci-Nya tertanda, maka
kerugian itu akan didapati oleh banyak orang dari atas bencana yang terus akan
kembali terjadi dan berulang-ulang, sehingga peradaban ini tak akan lagi berbekas dan disebut pula hilang kota dan
negaranya itu tertanda, yang adalah dikala manusia itu sendiri tidaklah
menyadarinya dan tidaklah mengakuinya akan kebenarannya itu tersurat dan
tersirat pada Kitab Suci-Nya tersabda.
Inilah kutipan surat dan ayat dari sebuah Al-Kitab
- Al-qur’an dan Kitab Pararaton Sabda yang tertulis :
Al-Kitab
mengatakannya :
Orang-orang akan cinta uang, tidak taat kepada orang
tua, garang, dan cinta kesenangan.
Akan ada gempa bumi yang dahsyat, kekurangan makanan,
dan wabah penyakit. Hal-hal ini sedang terjadi sekarang.
Juga, Yesus mengatakan bahwa kabar baik Kerajaan akan
diberitakan diseluruh bumi.
- Matius 24:14.
Berbagai kesusahan di bumi membuktikan bahwa Kerajaan
Allah akan segera bertindak.
- Lukas 21:10, 11 ; 2
Timotius 3:1-5
Al-qur’an
mengatakannya :
Surat: Az-Zalzalah
Ayat ke 1 - 8
إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا
99.1. Apabila bumi digoncangkan dengan
goncangan (yang dahsyat),
وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا
99.2. dan bumi telah mengeluarkan
beban-beban berat (yang dikandung)nya,
وَقَالَ الْإِنسَانُ مَا لَهَا
99.3. dan manusia bertanya: "Mengapa
bumi (menjadi begini)?",
يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا
99.4. pada hari itu bumi menceritakan beritanya,
بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا
99.5. karena sesungguhnya Tuhanmu telah
memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.
يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتاً لِّيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ
99.6. Pada hari itu manusia ke luar dari
kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka
(balasan) pekerjaan mereka,
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ
99.7. Barangsiapa yang mengerjakan
kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.
وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ
99.8. Dan barangsiapa yang mengerjakan
kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.
Sabda / Sastra mengatakannya :
Sastra Serat Ronggowarsito :
Bandhol tulus, mendhosol rinamu
puguh, krep grahana surya, kalawan grahana sasi, jawah lindhu gelap cleret warsa.
Alampun ikut terpengaruh dengan banyak
terjadi gerhana matahari dan bulan, hujan abu dan gempa
bumi.
Serat
Sastra
:
Bumi ilang berkatira, Ama kathah kang
ndhatengi, Kayu kathah ingkang ilang, Cinolong dening sujanmi, Pan
risaknya nglangkungi, Karana rebut rinebut, Risak tataning janma,
Yen dalu grimis keh maling, Yen rina-wa kathah tetiyang ambegal.
Yen dalu grimis keh maling, Yen rina-wa kathah tetiyang ambegal.
Bumi sudah berkurang hasilnya. Banyak hama yang
menyerang. Kayupun banyak yang hilang dicuri.
Timbullah kerusakan hebat sebab orang berebutan. Benar-benar rusak moral
manusia. Bila hujan gerimis banyak
maling tapi siang hari banyak begal.
Alun minggah ing daratan, Karya rusak tepis
wiring, Kang dumunung kering kanan, Kajeng akeh ingkang keli, Kang tumuwuh apinggir, Samya kentir
trusing laut, Seia geng sami brasta, Kabalebeg
katut keli, Gumalundhung gumludhug suwaranira.
Seperti lautan meluap airnya naik ke daratan.
Merusakkan kanan kiri. Kayu-kayu banyak yang hanyut.
Yang hidup di pinggir sungai terbawa sampai ke laut. Batu-batu besarpun
terhanyut dengan gemuruh
suaranya.
Serat
Sastra Joyoboyo :
141.
banjir bandang ana ngendi-endi gunung njeblug tan anjarwani, tan angimpeni gehtinge kepathi- pati marang pandhita kang oleh pati geni marga wedi kapiyak wadine sapa sira sing sayekti
banjir bandang ana ngendi-endi gunung njeblug tan anjarwani, tan angimpeni gehtinge kepathi- pati marang pandhita kang oleh pati geni marga wedi kapiyak wadine sapa sira sing sayekti
banjir bandang dimana-mana, gunung
meletus tidak dinyana-nyana, tidak ada isyarat dahulu,
sangat benci terhadap pendeta yang bertapa, tanpa makan dan tidur karena takut bakal terbongkar rahasianya siapa anda sebenarnya
sangat benci terhadap pendeta yang bertapa, tanpa makan dan tidur karena takut bakal terbongkar rahasianya siapa anda sebenarnya
142.
pancen wolak-waliking jaman amenangi jaman edan ora edan ora kumanan sing waras padha nggagas wong tani padha ditaleni wong dora padha ura-ura beja-bejane sing lali, isih beja kang eling lan waspadha
pancen wolak-waliking jaman amenangi jaman edan ora edan ora kumanan sing waras padha nggagas wong tani padha ditaleni wong dora padha ura-ura beja-bejane sing lali, isih beja kang eling lan waspadha
sungguh zaman gonjang-ganjing
menyaksikan zaman gila tidak ikut gila tidak dapat bagian yang sehat pada olah pikir para
petani dibelenggu para pembohong bersuka ria beruntunglah bagi yang lupa, masih beruntung yang
ingat dan waspada
143.
ratu ora netepi janji musna kuwasa lan prabawane akeh omah ndhuwur kuda wong padha mangan wong kayu gligan lan wesi hiya padha doyan dirasa enak kaya roti bolu yen wengi padha ora bisa turu
ratu ora netepi janji musna kuwasa lan prabawane akeh omah ndhuwur kuda wong padha mangan wong kayu gligan lan wesi hiya padha doyan dirasa enak kaya roti bolu yen wengi padha ora bisa turu
raja tidak menepati janji kehilangan
kekuasaan dan kewibawaannya banyak rumah di atas kuda orang makan sesamanya kayu gelondongan dan besi juga
dimakan katanya enak serasa kue bolu malam
hari semua tak bisa tidur
144.
sing edan padha bisa dandan sing ambangkang padha bisa nggalang omah gedong magrong- magrong
sing edan padha bisa dandan sing ambangkang padha bisa nggalang omah gedong magrong- magrong
yang gila dapat berdandan yang
membangkang semua dapat membangun rumah, gedung- gedung megah
145.
wong dagang barang sangsaya laris, bandhane ludes akeh wong mati kaliren gisining panganan akeh wong nyekel bendha ning uriping sengsara
wong dagang barang sangsaya laris, bandhane ludes akeh wong mati kaliren gisining panganan akeh wong nyekel bendha ning uriping sengsara
orang berdagang barang makin laris
tapi hartanya makin habis banyak orang mati kelaparan di samping makanan banyak orang berharta namun
hidupnya sengsara
146.
wong waras lan adil uripe ngenes lan kepencil sing ora abisa maling digethingi sing pinter duraka dadi kanca wong bener sangsaya thenger-thenger wong salah sangsaya bungah akeh bandha musna tan karuan larine akeh pangkat lan drajat padha minggat tan karuan sebabe
wong waras lan adil uripe ngenes lan kepencil sing ora abisa maling digethingi sing pinter duraka dadi kanca wong bener sangsaya thenger-thenger wong salah sangsaya bungah akeh bandha musna tan karuan larine akeh pangkat lan drajat padha minggat tan karuan sebabe
orang waras dan adil hidupnya
memprihatinkan dan terkucil yang tidak dapat mencuri dibenci yang pintar curang jadi teman orang jujur
semakin tak berkutik orang salah makin pongah banyak
harta musnah tak jelas larinya banyak pangkat dan kedudukan lepas tanpa sebab
147.
bumi sangsaya suwe sangsaya mengkeret sakilan bumi dipajeki wong wadon nganggo panganggo lanang iku pertandhane yen bakal nemoni wolak-walike zaman
bumi sangsaya suwe sangsaya mengkeret sakilan bumi dipajeki wong wadon nganggo panganggo lanang iku pertandhane yen bakal nemoni wolak-walike zaman
bumi semakin lama semakin sempit
sejengkal tanah kena pajak wanita memakai pakaian laki- laki itu pertanda bakal terjadinya zaman gonjang-ganjing
148.
akeh wong janji ora ditepati akeh wong nglanggar sumpahe dhewe manungsa padha seneng ngalap,tan anindakake hukuming Allah barang jahat diangkat-angkat barang suci dibenci
akeh wong janji ora ditepati akeh wong nglanggar sumpahe dhewe manungsa padha seneng ngalap,tan anindakake hukuming Allah barang jahat diangkat-angkat barang suci dibenci
banyak orang berjanji diingkari banyak
orang melanggar sumpahnya sendiri manusia senang menipu tidak melaksanakan hukum Allah barang jahat dipuja-puja barang
suci dibenci
149.
akeh wong ngutamakake royal lali kamanungsane, lali kebecikane lali sanak lali kadang akeh bapa lali anak akeh anak mundhung biyung sedulur padha cidra keluarga padha curiga kanca dadi mungsuhmanungsa lali asale
akeh wong ngutamakake royal lali kamanungsane, lali kebecikane lali sanak lali kadang akeh bapa lali anak akeh anak mundhung biyung sedulur padha cidra keluarga padha curiga kanca dadi mungsuhmanungsa lali asale
banyak orang hamburkan uang lupa
kemanusiaan, lupa kebaikan lupa sanak saudara banyak ayah lupa anaknya banyak anak mengusir ibunya antar saudara
saling berbohong antar keluarga saling
mencurigai kawan menjadi musuh manusia lupa akan asal-usulnya
Demikianlah terkutip dari
beragam suratan takdir yang harus di ketahui oleh banyak orang di dunia maupun
di Nusantara guna dipahaminya.
Kembali ke wacana :
Tugas yang diemban oleh Sanghyang Dharmasaksi
atas Perintah-Nya guna mengembalikan seluruh Kitab Suci-Nya tersabda melalui
tulisan sebagai pula Terompet Sang
Sakakala, sudahlah dilakukan melalui peringatan-Nya dari atas tulisan
tersebut pada blog website dimaksud tertanda hingga ditampak-kannya bencana
yang sesungguhnya itu terjadi keseluruh dunia dan terutama di Nusantara.
Kini tinggal Menunggu Waktu atas titah yang
diberikan selanjutnya sebagaimana yang tergaris pada Kitab Suci dan Sastra itu
memperjelas, guna menjadikannya satu dalam tujuan untuk memuja Sang Maha
Pencipta Alam Semesta yang disesuaikannya atas negara kedaulatannya itu pula berada,
dan serta mewujudkan kembali gemah ripah di Nusantara ini tertanda atas
perintah-Nya pula tersabda.
Jika tidak merestui dan memungkirinya, maka
bacalah atas peristiwa demi peristiwa yang akan terjadi kelak nanti, dimana
sudah tertulis yang terjabarkan secara logika umum dan secara spiritual atas
penjabarannya pada Buku yang berjudul TAPAK
JALAK BUWANA Menunggu Waktu.
(bukanlah pula sebagai
penekanan, karna ini adalah hukum Karma Pala / Hukum Sebab dan Akibatnya,
Engkau yang menanam-engkau pulalah yang memetiknya)
Tanpa mengurangi rasa hormat yang utama kepada
Sang Maha Pencipta Alam Semesta dan juga para leluhur diseluruh jagat bumi ini
berada, yaitu guna memohon ampunan-Nya dan atas restu-Nya pula yang telah
memberikannya izin guna mengupas tuntas kembali atas kajian yang terkandung
didalam makna seluruh Kitab Suci itu tertanda, yang mana penjabaran demi
penjabaran tersebut telah dirangkum kembali didalam penulisan kali ini yaitu tentang
Amanah dan Situasinya itu dimaksud yang terkutip dari Kitab Suci Pararaton Buwana Galuh Utama, Kitab Suci Dharma Siksa, Kitab
Suci Aci-acining Jagat, Kitab Suci Papar Hyang ing swarga, Kitab Suci Dharmawisesa,
dan Kitab-Kitab Suci lainnya yang terkutip dan di ajarkan pula pada agama saat
ini yang dilaksanakan oleh para umat manusia didunia dalam bahasanya.
(Berani dan
bertanggung jawab atas lahir dan batin, dunia dan maupun akhirat adalah ungkapan selaku penulis sebagai pembawa amanah-Nya
dimaksud, yang adalah kami Sanghyang Dharmasaksi selaku Sang Ahli Waris atas
izin-Nya pula menuliskan serta mengutip Kitab-KitabNya sebagai bahan pengajaran
dan pembenaran tentang atas Alam Hidup Manusia itu dan serta Alam Kehidupan
lainnya pula tertanda).
Ada awal pastilah ada akhirannya, begitulah
sang bijak memaknai kehidupan yang harus di ikuti hingga tugas itu
terselesaikan guna dilaksanakannya, yang sehingga Sanghyang Dharmasaksi hanya berharap
kepada Sang Maha Pencipta Alam Semesta untuk menjadikannya tubuh ini Paramalenyep dan tidaklah pula kembali
akan penitisannya itu berada kedunia fana ini sebagaimana pula menjadi penanggung
jawab guna untuk meluruskan para umat manusia yang memerlukan pembenaran
tentang alam semesta atas penataannya berada, dan berharaf pada akhirnya ikut memasuki
kedalam ruang dimensi Para Hyang guna menerangi para umat manusia itu berada (bagian dari sinar-Nya), yang tidaklah
mengenali waktu siang maupun malam, kelaparan yang dialami, kesenjangan social
dan beragam macam yang di dapati, kesemuan dan juga kesengsaraan itu pula
tertandanya.
Semuanya itu akan didapatkannya dalam kebahagiaan
tanpa harus meminta, memohon dan seterusnya, itulah janji Sang Maha Pencipta
Alam Semesta bersabda.
( Ya Tuhanku....
Janganlah Engkau masukkan hambamu ini ke Surga-Mu, jadikanlah hambamu ini Para
Ahli Surga-Mu itu berada, seperti pula Para Dewata-Mu yang menyatukan diri
terhadap Sinar-Mu itu )
Melangkah
Inilah bagian sabda atas cikal bakalnya :
“Hana nguni hana mangke tan hana nguni
tan hana mangke aya ma beuheula aya tu ayeuna hanteu ma beuheula hanteu tu
ayeuna hana tunggak hana watang tan hana tunggak tan hana watang hana ma
tunggulna aya tu catangna”
“Ada dahulu ada sekarang bila
tidak ada dahulu tidak akan ada sekarang karena ada masa silam maka ada masa
kini bila tidak ada masa silam tidak akan ada masa kini ada tonggak tentu ada
batang bila tidak ada tonggak tidak akan ada batang bila ada tunggulnya tentu
ada catangnya”
Itulah Sabda yang menjadi titik dasar sebagai
pedoman langkah pertama yang harus dilakukan oleh Sanghyang Dharmasaksi sebelum
diperintahkannya menulis untuk kali pertamannya terdahulu, yaitu sebagaimana
pula tanda dasar bahwa Amanah dan serta Sabda-Nya itu yang terukir untuk
dijabarkannya.
Menjabarkan pula kembali tentang harta waris
yang terselimuti yang menjadikannya sebagai tanda tanya oleh masyarakat pada umumnya
yaitu adalah berupa tulisan pada situs Prasasti Batu Tulis di Bogor, yang
sebenarnya itu adalah cikal bakal dari peradaban manusia guna memasuki awalnya
kembali setelah manusia kala itu dihempaskan atas kemurkaan Sang Dewata
terjadi, dan pula menjadikannya manusia tersebut itu menjadi terkotak kotak
serta disebut pula beragam macam Negara saat ini kita kenal sebagaimana pengisi
kehidupan dunia ini tertanda ada.
Begitu pula terjadinya kembali pada hentakan
gn. Krakatau di abad ke 18 hingga dunia mengakuinya atas kekuatannya tersebut
itu berada, yang kemudian kala itu terdisainlah kembali peradaban baru serta
ajaran baru pula guna untuk mencari jati dirinya yang hilang terkena himbas
akan bencana dimaksud berada hingga kini tertanda nyata ada. Maka berdustalah
mereka itu jika tidak mengakui sastranya itu berada.
Sabdanya pun tertulis sebagaimana Sabda Sastra
Kitab Suci Pararaton Buwana Galuh Utama yang adalah sebagai pula disebut
Sakakala / Peringatan waktu tertulis pada Batu Tulis di Bogor, yaitu tersabda
dibawah ini atas dasar cikal bakalnya berada ;
Sabdaning
ing Batu Tulis :
(wang na) poen. Ini sakakala preboe ratoe poerana poen. Di wastoe Dija wigaran (I.dingaran) preboe goeroe dewatasrana . Diwastoe dija dingaran sri Badoega maharadja ratoe hadji dipakwan padjadj aran. Sri sang ratoe de- Wata poen ja noe njoesoek na pakwan. Dija anak rahijang dewa nis-Kala sasida mokta di goena tiga. i(n)tjoe rahijang niskala wastoeKa(n)tjana sasida mokta ka noesa lara(ng) ja sija noe njijan sakata Ka goegoenoengan ngahalaj njijan samida njijan sa(ng) hijang talaga Rena mahawidjaja. fa sija poen. I saka pantja pandawa ... han hoemi.
Yang adalah memperingati sebagaimana tahun
peringatan tersebut terlaksanan pada tahun 500 saka atau tahun 567 masehi, yang
menjabarkan pula tentang adanya peradaban baru di arah barat Nusantara hingga ke
Negeri Yunani dan seterusnya, yang menjadikannya kembali Negeri Turki itu berada
dan membentuk kerajaan barunya tertanda dan seterusnya pula ada. (negara baru)
Begitu pula sebagaimana simbul dalam pembalikan
fakta dari awal cikal bakal tahunnya itu berada, yang seperti pula kisah sastra dalam seloka Tangkuban
Parahu itu tertanda atas Selokanya. “
Loba Jalma nyieun ka hideung ngabuburak anu bodas ” (yang hitam dipuja-puja, yang
putih dihancurkan – yang sesat dibangga banggakan, yang suci dan benar itu di
tiadakan)
Begitupun peringatan yang tertanda, yang adalah
disebutkan pula sebagaimana awal peringatan oleh Hyang Ratu Bhatari sebagai
titik Sakakala-Nya selama 1033 lamanya yang haruslah dijalani atas kutukan
tesebut kepada para manusia kedepannya, disebutkan pula sebagai Prasasti Batu
Geger Hanjuang itu tertanda, dan dikutip pula dalam Kitab Suci Alqur’an sebagai
pula batu perwujudan iblis sebagaimana tandanya guna untuk di zumrah, inilah
pesannya : (tidaklah simbul batu itu
dapat tergantikan dengan apapun guna di zumrah, nistalah mereka itu yang
menyasar bukan yang disasar)
“Tra ba i gunna
apuy nasta gomati sakakala rumatak disusu (k) ku batari hyang pun.”
Penjabaran :
“Menerangkan bahwa pada hari ke-13
bulan ke empat (Purnama) selama 1033 tahun telah ditandakan dan diturunkannya
Bhatara Kala (Langkir = 13) oleh
Bhatari Hyang”. (sebagai peringatannya dimaksud = sakakala)
Yang adalah mengingatkan kita kembali tentang penanggalan
tanggal ke 14 pada setiap bulan purnamanya, dimana Bhatara Bhatari tersebut
Nyanding ka Jalma nu eling ka Gusti Sang Hyang Maha Widdhi (Tuhan YME), sebagaimana pula yang mendapinginya atas kesejahteraan
manusia itu berada.
Ket :
Bhatara – Bhatari adalah wujud tanpa wujud (Para Hyang Dewata) yang memiliki
tingkatan tinggi yang menyatu dengan
Sang Maha Widdhi (Tuhan YME) , yang
tidaklah tingkatan itu disamakan oleh manusia setelah tiada/mati.
Yang dikarnakan Beliaulah yang mengatur
penataan atas terjadinya Bumi ini tertata dari dan atas segala isinya,
sebagaimana pula Beliau Sang Dewata yang merestui pula kebenaran itu terjadi
dalam wujud nyatanya, yaitu dengan simbul sebagai air – api – tanah – udara – cahaya, yang dapat
pula menghidupkan atas segala yang bernyawa dimuka bumi ini dan serta tak
terlihat sekalipun oleh kasat mata, dan dengan restunya pun di perkuat oleh
Sang Maha Widdhi, sempurnalah seluruhnya ada.
Penjabaran pada Zaman Baru tersabda
Kini, setelah zaman baru telah memasukinya,
maka Sanghyang Dharmasaksi akan memaparkan kembali tentang apa yang harus
diberitakan kepada banyak orang di dunia dan pada khususnya di Nusantara ini
berada, karna Sanghyang Dharmasaksi sudahlah menanggung malu terhadap Sang Maha
Pencipta Alam Semesta yang sudahlah menurunkan Titah atas Sabda-Nya itu
dimaksud berada, yang manusia itupun telah pula mengabaikannya atas Amanah-Nya
dimaksud itu tertanda ada. Amatilah bencana demi bencana saat ini berada dan
bacalah kitab sucimu berada atas kebenarannya sebagai pertanda itu sedanglah
terjadi saat ini.
Dengarkanlah....
Pemaparan yang Sanghyang Dharmasaksi tuliskan
saat ini adalah sebagai pula disebut Sabda Palon yang sudahlah menanggung malu
Kepada Sang Maha Pencipta Alam Semesta, yang pulalah tulisan ini sudah mengandung
kutukan kepada manusia di Nusantara ini kembali berada, yaitu dikala
mengabaikan atas peringatan-Nya melalui sabda-Nya itu tergaris, yang akan
menjadikannya pula kembali karma atas bencana demi bencana itu terus akan
terjadi, jika pertanda-Nya tersebut masihlah diabaikan oleh banyak orang di dunia
dan di Nusantara ini berada.
Dengarkanlah hanya tinggal selangkah lagi atas
sastranya itu bekerja....
Jika gunung Gede yang disebut pula anak dari
gn.Krakatau itu membelah bumi yang sangatlah dahyat dan lebih dahsyat dari abad
ke 18 itu terjadi yang pernah pula diberitakan pada media televisi baru-baru
ini, maka kemudian itu akan disusul kembali oleh ke tujuh gunung lainnya guna
serentak meletus sebagai pertanda-Nya hukum sebab dan akibatnya itu berada dan
terus akan berulang hingga manusia menyadarinya. ( Darengekeun! Jaman bakal ganti deui. tapi engkeé, lamun
Gunung Gedeé anggeus bitu, disusul ku tujuh gunung. Geunjlong deui sajajagat).
Jika manusia tidaklah cepat sadar akan
peringatan-Nya itu tertanda dan tidaklah pula mematuhinya apa yang sudah
tergaris pada Kitab Suci serta Serat Sastra itu tersurat, maka akanlah terjadi peristiwa yang sepatutnya belumlah itu akan
terjadi, yang akan ditampakkan secepatnya mungkin guna dilenyapkannya
ke 80% manusia itu berada dan dipasangkannya pula mereka itu yang selamat, yang
akan terjadinya atas peringatan itu yang berasal dari gunung Perahu atau gn,
Salak Bogor sebagai pula penghukum yang akan mengadili pada penutupan akhir
zaman pada peradabannya.
Sehingga yang disebut pula sebagai Bhatara Enoh atau disebut pula
sebagai Nabi Nuh didalam
Kitab Suci-Nya akanlah memberangkatkan perahunya tersebut secepatnya, yang
sebelumnya itu akan membuat terlebih dahulu yang disebut pula Telaga Candra di Muka / Telaga Rena Maha
Wijaya yang berlokasi disebelah Utara dari gn, Salak itu sendiri berada,
diawali pula bagaikan menapih karpet sejadah dari atas gunung itu menuju ke
bibir pantai utara yang kelak akan terjadi pada buminya tersebut, dan begitu
pula tidaklah henti – hentinya hujan itu akan membasahi buminya. Begitulah awal
dari air pasang itu akan terjadi hingga tingginya pun mencapai 999 kaki. (selesai)
Perlu diketahui oleh orang banyak, diseluruh
Nusantara pun akan terjadi sama halnya seperti Telaga Candra di Muka atas
kejadiannya itu, dan pengadilan itupun akan terlaksana “ jika ” manusianya
tidaklah mengindahkan Sabda atas Kitab Suci dan Sastra-Nya itu berada.
Dan banyaklah pula negara luarpun ikut hilang
tanpa bekas dan menjerit tak berkesudahan akan pengadilannya itu yang didapatkannya
pula.
Yang sehingga rekahan pada gunung besar dan
tertinggi didunia itupun akan ikut pula menghentakan getarannya dan meluluh
lantahkan peradaban manusianya berada, yaitu seperti pula yang berdasarkan
tanah akan menjadi pasir, yang berdasarkan pasir akan menjadi hilang, yang
berdasar air beku akan mengenang, demikianlah seterusnya akan terjadi. Maka
rugilah manusianya itu.
Dengarkanlah kembali....
Sanghyang Dharmasaksi bukanlah Tuhan dan tidak
ingin mendahului Sang Maha Pencipta Alam Semesta guna memaparkan kejadian yang
belumlah terjadi, akan tetapi Amanah yang diberikan kepada Sanghyang
Dharmasaksi adalah sebagaimana pula pembimbing atas Kebenaran-Nya itu kepada seluruh
para umat manusia berada, yang tidaklah dapat dihelakkan atas karma itu sudah tergaris
dan tidaklah dapat pula dipungkirinya. (tertulis
dalam Kitab dan Sastra Suci-Nya tersabda)
Jika ingin mengetahui atas pembenaran air pasang itu memang akan terjadi dan Perahu Nuh itu nyata akan adanya yang berpusat
di Parahyangan Agung gn.Salak Bogor sebagai Karaton Sri Bima Punta Narayana
Madura Suradipati itu dimaksud, seyogyanya bertanyalah
kepada yang memahami spiritual yang sejati itu, atau bermeditasilah di tempat tersebut
sesuai ajaranmu guna memohon atas petunjuk-Nya dari atas pertandanya itu berada,
maka akanlah terlihat dengan jelas melalui mata bathin bahwa banjir bandang
besar itu tertampak pula berada yang mengelilingi gunung itu tertanda.
Mungkinkah daratan/dataran Jabodetabek itu tidak
tergenang...???, jawabannya pastilah
hanya menangis.
Maka pahamilah kembali keseluruhannya itu
sebagai pertanda akan peristiwa-Nya itu ada, yang memang dapat pula di urungkannya
sebelum masanya itu dan tidaklah harus terjadi... (dapat di undur kembali atas peristiwanya)
Yaitu jika kepada banyak orang dapat mengambil
keputusan yang relegius atas dasar Kitab dan Sastra-Nya itu tersabda guna
memberikannya keputusan yang positif, maka Sang Maha Pencipta Alam Semesta
itupun akan merestui keinginan manusianya itu sendiri yang sudahlah tergariskan-Nya
itu.
Dengarkanlah lagi....
Ambilah keputusan yang bijak untuk banyak orang
di seluruh dunia, yang mereka itu tidaklah tahu keseluruhannya atas Sastra yang
tergaris itu berada dari atas hukum sebab dan akibatnya tertanda.
Jika salah mengambil
keputusan karna ke
egoan semata dan terperosok jauh mengikuti iblis berkata yang membenarkan tidak
akan terjadinya mala petaka itu yang dituliskan ini, sesungguhnya kembali,
kalian itu akanlah rugi dan akan menerima siksaan yang sangatlah dalam dan
serta akan menitis ke bumi sebelum bumi ini tertata kembali, entah itu menjadi
apa sebagai hukumannya itu tertanda dalam wujudnya kelak nyata hingga
penghukumannya itu selesai dikala bumi ini lebur dengan sendirinya. (maka hukum rimbalah kelak tertata lagi, Eling
dan Waspadalah)
Demikianlah ungkapan dari Sanghyang Dharmasaksi
yang terakhir kalinya menulis pada blog website ini guna sebagai peringatan
kepada umat manusia diseluruh dunia maupun pada khususnya di Nusantara ini
berada. Bukanlah ingin menakuti banyak orang di dunia, karna sangatlah berdosa
jika berbuat demikian itu dan sagatlah hina nestapa.
Dikarnakan tulisan ini adalah perintah langsung
dari-Nya guna dipahami banyak orang untuk diketahui, maka sepatutnya lah yang
mengerti akan tulisan ini guna untuk memberitakannya kepada yang memahami
tentang alam semesta ini yang akan terjadi nanti, yang tergaris pula melalui
penjabaran pada Sastra dan atau Kitab Suci-Nya itu berada guna mengikuti alur
arus yang seharusnya terjadi dikemudian hari. Dan tidaklah membalikan fakta
atas syair sabda seluruh Kitab Suci-Nya berkata.
Salam dariku Sanghyang Dharmasaksi, menunggu keputusan yang haruslah bijaksana yang
tergaris atas sabdanya itu terjadi.... Rampes.
Dikirim pada
hari Anggara Pahing (Purnama Kapat) Batara Durga (Bala)
Di Lebak
Cawene Semarang Tembayat Berseri.
Ttd,
Sanghyang Dharmasaksi
Ket :
Sesungguhnya, janganlah
lagi ada penghinaan atas tulisan yang ter’Amanahkan-Nya ini, dan janganlah pula
dijadikannya maksud dan tujuan yang tidak baik sebagai dasar sebuah politik yang
kelak akan merugikan diri sendiri, camkan itu... Karna tulisan ini sudahlah
mengandung sumpah atas izin-Nya tersabda.
Sesungguhnya kembali,
maka kerugian itu akan didapati pula oleh mereka, jika mereka itu hanya duduk berdiam
diri walau mereka itu mengerti apa yang sudah tergariskannya, mereka itu adalah orang-orang yang ahli di
neraka yang di murkainya pula oleh Tuhan-Nya.
Maka ketahuilah,
banyaklah kelompok yang tidaklah menginginkan yang tersabda itu tampil guna untuk
mendampingi, mereka itu adalah kelompok yang sangat dimurkai Tuhan-Nya dan juga
para Leluhurnya berada. Maka neraka lah mereka itu, yang kehidupannya pun
tersiksa atas perbuatannya itu pula.
***OOO***